Tahun ini kebetulan saya berkesempatan untuk merayakan lebaran di Hong Kong. Ini terus terang pertama kalinya saya merayakannya jauh dari rumah, di negara orang pula. Kira-kira seperti apa ya suasananya?
Menjelang lebaran, saya selalu memantau websitenya IUHK, Islamic Union of Hong Kong, terkait penyelenggaraan lebaran akan seperti apa, terutama saat pandemi begini. Di H-2 lebaran, sudah diberi info tempat shalatnya ada di mana dan ternyata tahun ini hanya diselenggarakan di masjid serta dibagi ke beberapa kloter agar tidak berkerumun. Oiya untuk penentuan tanggal lebarannya sendiri, saat H-2 akan dilakukan pengamatan bulan saat menjelang waktu Maghrib, jadi selain berpaku pada kalender juga untuk memastikan IUHK akan melakukan pengamatan langsung.

Oke kembali lagi ke soal shalat Ied, salah satu masjid yang menyelenggarakan shalat Ied, Masjid Ammar Wan Chai, ternyata juga menyelenggarakan shalat Ied yang dibagi menjadi tiga kloter dengan tiga bahasa pengantar saat khutbah/ceramah yang berbeda-beda : Urdu, Canton, dan Indonesia. Sementara masjid lainnya mayoritas menggunakan bahasa Inggris dan Canton sebagai bahasa pengantarnya. Saya pribadi memutuskan untuk pilih shalat di Masjid Ammar Wan Chai ini di kloter ketiga, kloter bahasa Indonesia.
Padahal kloter Indonesia ini baru dijadwalkan shalat jam 10 pagi, tapi dari jam 9 lebih jamaah yang datang sudah banyak sekali dan tentu saja mayoritasnya adalah ibu-ibu Indonesia yang bekerja di Hong Kong. Sambil mengantri saya sempat mengobrol dengan salah satu ibu yang di Hong Kong bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga. Dan ternyata saat lebaran beliau tidak diberi libur, hanya diberi izin 2 jam untuk pergi shalat Ied di masjid. Mana katanya ada juga yang tidak diberi izin shalat di masjid, jadi terpaksa shalat sendiri di rumah. Ya Allah…
FYI aja nih, di Hong Kong sendiri, lebaran Idul Fitri tidak termasuk dalam libur nasional, jadi memang kita ‘terpaksa’ harus izin atau cuti untuk shalat Ied. Saya pribadi alhamdulillah waktu ngajuin cuti diboleh-bolehkan saja sama mentor saya di sini. Malah beliau penasaran soal lebaran dan puasa itu seperti apa hehehe.
Oke kembali ke cerita shalat Ied. Setelah sekitar setengah jam mengantri untuk menunggu kloter sebelumnya keluar masjid, kami pun masuk. Kondisi masjid saat itu penuh sekali dan ketika baru saja masuk, kami langsung diberitahu panitia kalau waktu shalatnya sekitar lima menit lagi!
Untungnya saya sudah ambil wudhu dari rumah, jadi saya tak perlu ke tempat wudhu, saya langsung menuju tempat shalat yang ada di lantai 4. Dan ternyata penuh! Mau tidak mau saya mengikuti saran panitia untuk shalat di lantai 7 dan akhirnya buru-buru naik tangga (iya, naik tangga! Kalau naik lift nggak keburu) dan alhamdulillah dapat shaf. Belum lama saya menggelar sajadah dan memakai mukena, shalat Ied dimulai.
Sayangnya sound system yang ada di lantai 7 rusak, jadi suara imam saat shalat dan khutbah terputus-putus. Saya pun terus terang jadi ragu soal shalat saya karena rakaat pertama, yang tadinya saya (dan jamaah lain) kira imam belum takbiratul ihram ternyata malah sudah baca surat Al Fatihah.
Akhirnya saya dan beberapa jamaah turun ke lantai 4 dengan maksud agar tetap bisa mendengarkan khutbah tapi sayangnya kami tidak boleh masuk ke area shalat, jadi hanya bisa diam di tangga, itupun tetap tidak bisa mendengar khutbah karena speakernya tidak sampai sana.
Kami pun menceritakan kendala yang dialami dan panitia pun untungnya sigap menanggapi permasalahan yang ada, sehingga membuka kloter tambahan, kloter 4 untuk yang merasa tidak yakin dengan shalatnya dan juga bagi yang tertinggal dan terlambat tidak mengikuti shalat kloter 3.
Saya pun memutuskan ikut kembali kloter 4 yang diarahkan ke lantai 2, tempat shalat yang seharusnya khusus jamaah laki-laki. Namun karena kloter 4 ini adalah kloter ‘sisa’ yang mayoritas jamaahnya wanita, jadilah digabung.
Alhamdulillah kali ini bisa mengikuti rangkaian shalat Ied dengan tenang, mulai dari ikut takbiran bersama sebelum shalat, shalat Ied dengan tenang, mendengarkan khutbah berbahasa Indonesia, dan bersalam-salaman tentunya dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Alhamdulillah meskipun lebaran jauh dari rumah, tapi saya masih bisa merasakan suasana lebaran seperti lebaran yang biasa saya rayakan bersama keluarga di Indonesia. Alhamdulillah.
Selamat lebaran Idul Fitri semuanya, mohon maaf lahir dan batin 🙂