Quarter Life Crisis : Wannabe

Akhir-akhir ini saya seringkali menghindari melihat postingan teman-teman saya di media sosial. Bukan apa-apa, hanya saja saat saya melihatnya, saya sering merasa insecure, merasa bahwa diri ini tidak bisa apa-apa dibandingkan teman-teman saya yang sudah bisa ini itu. ‘Ih si A masaknya udah jago banget, ih si B keren udah jadi CEO, ih si C udah jadi pembicara di mana-mana, ih…’

Adakah yang merasa sama?

Namun, suatu hari di kantor saya dikejutkan oleh cerita teman saya.

“Mbak, saya minta maaf ya,” katanya tiba-tiba.

Saya yang bingung mendengarkan lanjutan cerita, “maaf Mbak saya kemarin kepoin Facebook Mbak… dari awal Mbak buat sampai sekarang”

Tak tanggung-tanggung, dia menyebutkan beberapa postingan saya lengkap dengan tahunnya dan kejadiannya secara lengkap.

Awalnya saya sedikit ngeri, nih orang maksudnya apa sampai segitunya kepoin Facebook saya?

“Gini Mbak, jadi anak saya yang SMP sekarang kan lagi belajar di rumah gara-gara Corona. Jadi dia tuh males banget belajar. Terus saya ceritain tentang Mbak ke anak saya, saya bilang kalo mau pinter kaya Mbak harus rajin belajar”

“Eh, terus dia nanya ke saya, emang Mbak waktu SMPnya gimana? Nah saya kan ga bisa jawab, makanya saya terpaksa kepoin Facebook Mbak, saya kasi liat anak saya. Sekarang anak saya jadi semangat belajar, kepengen bisa keren kaya Mbak”

Ceritanya sederhana sebenarnya, tapi sukses mengetuk hati saya. Ternyata saya selama ini salah. Saya yang sering sekali merasa diri ini belum jadi siapa-siapa, atau kalau bahasa kekiniannya, aku mah apa atuh cuma butiran debu, tapi ternyata di luar sana malah ada yang bersemangat ingin seperti saya dan bangga terhadap saya.

Hal ini yang membuat saya jadi berpikir kalau orang lain saja bisa menghargai dan mengapresiasi saya, kenapa saya sendiri tidak bisa?

Sejak saat itu, jika saya sedang merasa rendah diri, saya selalu berusaha untuk melihat ke belakang, melihat perjalanan apa saja yang sudah saya lalui sampai saat ini. Mensyukuri bahwa saya sudah diberi kesempatan sampai di titik ini, di mana mungkin tak semua orang punya kesempatan yang sama. Dan bersamaan dengan rasa syukur itu, ada rasa bangga yang akhirnya muncul pada diri saya, bangga pada diri saya yang sudah berhasil sampai di titik ini.

Sekarang kalau saya lihat postingan teman-teman saya di media sosial, masih ada sih memang sedikit rasa insecure, tapi saya ubah menjadi rasa haus agar saya juga tak kalah keren dengan mereka, tentunya dengan cara saya sendiri. Sampai-sampai saya buat quotes untuk diri saya sendiri soal ini :

Everyone has their own timezone.

So just keep going and be the best version of yourself.

Yap, tak perlu iri dengan pencapaian orang lain, kita juga pasti bisa kok asal kita mau berusaha dan berdoa. Tak perlu juga peduli dengan omongan orang kenapa kita tidak begini-begitu, banggalah menjadi diri kita sendiri.

Semangat untuk kita semua 🙂