Quarter Life Crisis

Waktu saya kecil dulu, rasanya jalan hidup itu bener-bener sejelas itu. Lulus sd lanjut smp terus lanjut lagi sma dan kuliah. Nah, habis kuliah barulah mikir, mau kerja, lanjut ambil s2, buka usaha, atau…nikah aja ya?

Katanya, fase-fase ini sering disebut sebagai ‘quarter life crisis’. Tidak hanya saya, banyak teman-teman saya banyak yang merasakan hal sama. Bersyukurlah bagi teman-teman yang mungkin sekarang jalan hidupnya sudah jelas, entah itu sudah kerja, sudah keterima s2, sudah punya usaha, atau mungkin sudah memutuskan untuk nikah. Doakan saya dan teman-teman lain ya yang mungkin jalan hidupnya masih belum jelas agar disegerakan dapat yang terbaik aamiin…

Dari dulu, tentunya orang tua saya sudah wanti-wanti buat bikin life plan setelah kuliah, dan hal ini sudah diwanti-wanti sejak saya masih tingkat satu. Lalu? Apakah saya tidak menuruti petuah orang tua? Tentu saya turuti, tapi kesalahan saya adalah, saya tidak membuat life plan secara menyeluruh.

Maksudnya gimana? Ya kita buka-bukaan aja deh, sejak tingkat satu karena kuliah saya sistemnya ada matrikulasi dulu jadi baru bisa masuk jurusan itu di tingkat dua, maka saya pun membuat life plan kalau di tingkat dua nanti saya mau masuk jurusan teknik kimia dan ambil subjurusan teknik pangan. Setelahnya, saya mau lanjut s2 karena dari dulu saya emang pengen jadi dosen.

Eh ternyata nasib berkata lain, saya malah ‘terjerumus’ ke jurusan manajemen rekayasa industri yang artinya, life plan saya tentu berubah lagi bukan? Akhirnya saya buat lagi life plan yang baru, kali ini lebih komprehensif. Rencana saya, setelah lulus, saya mau ambil beasiswa s2 di luar negeri, ambil jurusan desain industri. Tak tanggung-tanggung, selama saya tingkat dua dan tingkat tiga, saya sering datang ke seminar atau pameran pendidikan luar negeri demi melakukan ‘research’ universitas apa yang kira-kira cocok dengan kriteria saya serta tentunya menyediakan beasiswa. Saya juga rajin beli ebook tentang beasiswa lpdp, latihan toefl, maupun ebook beasiswa-beasiswa luar negeri lain. Dari hasil ‘research’ saya, terpilihlah tiga universitas incaran saya, TH Koeln Jerman, Universitas Twente Belanda, dan TU Eindhoven Belanda. (yak, kebetulan saya emang ngincernya universitas eropa hehe). Saya makin semangat begitu tahu ada teman-teman dekat saya yang juga punya impian sama.

Tidak sekedar menentukan life plan habis kuliah mau lanjut kemana, tapi saya juga buat perencanaan matang untuk mempersiapkan hal tersebut. Contohnya, kalau mau apply beasiswa kan biasanya diminta surat rekomendasi dari dosen. Maka, saya kepoin nih dosen mana yang kira-kira bisa saya ‘dekati’ agar saya bisa minta tolong untuk dibuatkan surat rekomendasi. Dosen tersebut pun saya pilih sebagai dosen pembimbing skripsi saya dalam rangka mendekatkan diri saya pada beliau.

Saya juga nyicil belajar bahasa. Saya belajar bahasa inggris, jerman, dan belanda melalui aplikasi online memrise. Syukurlah ternyata bahasa jerman dan belanda ini mirip-mirip, jadi lumayan mudah belajarnya. Ya walaupun memang belum mahir-mahir amat (bahkan karena sekarang lagi fokusnya ke bahasa jepang, jadi lupa-lupa lagi jerman sama belandanya huee) tapi ya lumayan lah terbantu, setidaknya kalau saya lagi baca-baca medsosnya atlet bola jerman, ada beberapa kata yang saya bisa ngerti lah hehe.

Berkas-berkas yang dibutuhkan pun sudah saya siapkan, bahkan saya juga rajin baca sana-sini mengenai cara membuat motivation letter yang bagus tuh kaya gimana. Intinya, hampir seluruh persiapan yang dibutuhkan, sudah saya siapkan.

Tapi, lagi-lagi nasib berkata lain. Karena ada sesuatu hal yang terjadi di keluarga, orangtua saya yang tadinya benar-benar mengizinkan saya pergi ke eropa untuk s2, jadi tidak membolehkan sama sekali. Kalau pun boleh ke luar negeri, cuma boleh sampai sejauh Jepang dan Australia. Lagi-lagi saya harus research, universitas mana ya yang cocok. Berhubung orangtua saya hanya membolehkan saya ambil beasiswa lpdp agar seluruh biaya dapat ditanggung beasiswa, maka tentunya saya harus cari universitas yang sesuai kriteria saya dan masuk dalam list LPDP. Ketemulah dua pilihan, Industrial Engineering (sebenernya nama jurusannya bukan saklek ini sih, saya lupa) Waseda University Jepang dan Occupational Health Safety Queensland University of Technology Australia. Kenapa tiba-tiba nyempil OHS? Karena kebetulan di akhir perkuliahan saya jadi tertarik dengan dunia K3 dan teman-temannya sejak kerja praktik di bidang K3.

Tiba-tiba orangtua menginginkan saya kerja, bukan s2. Ini masih berkaitan dengan sesuatu yang terjadi di keluarga. Jujur, waktu itu saya galau bukan main. Seluruh life plan yang sudah saya rancang dan persiapkan dengan baik seolah menjadi hancur berantakan. Saya sampai konsul ke beberapa teman yang sama-sama mengincar kuliah di luar negeri untuk meminta pendapat mereka, namun mereka juga sama bingungnya dengan saya. Saya hanya bisa berdoa, meminta diberi petunjuk.

Akhirnya setelah mempertimbangkan masak-masak, setelah saya lulus sidang, saya pun memutuskan untuk mengikuti keinginan orangtua untuk bekerja. Maka saya rajin mencari info lamaran kerja dan career expo di sana-sini. Namun Allah memang masih menguji saya, sampai saat ini belum ada yang nyantol. Ada yang sudah sampai tahap akhir tapi kemudian tidak dikabari lagi, ada yang memang cuma sampai tahap awal, dan banyak cerita lainnya.

Orangtua saya sepertinya mulai ‘gelisah’ melihat saya yang masih belum jelas masa depannya sementara beberapa teman saya yang lulusnya bareng saya, ada yang sudah dapat kerja. Akhirnya, orangtua saya secara tiba-tiba, meminta saya untuk daftar beasiswa lpdp, tepat di hari pembukaan lpdp.

Saya, yang tadinya sudah pasrah untuk melepaskan impian saya soal lpdp, jadi bersemangat kembali. Tetapi ketika saya coba untuk melihat daftar universitas yang menjadi pilihan, nama univ incaran saya (Waseda dan QUT) sudah tidak tercantum lagi. Bingunglah saya, artinya kan saya harus research lagi dan itu tidak bisa cuma sebentar. Belum lagi ternyata ada beberapa syarat yang berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya, jadi sebenarnya saya sama saja harus mempersiapkan segalanya dari nol.

Akhirnya, saat ini saya sudah apply lpdp dalam negeri, program K3 di Universitas Airlangga. Saya juga masih (dan akan terus berusaha) apply kerja dimana pun selama tempat kerja dan pekerjaan yang ditawarkannya ‘baik’ dan halal tentu saja.

Yang ingin saya highlight dari cerita saya ini adalah, rencanakan baik-baik masa depan kita dengan sejelas mungkin. Kalau perlu, kita coba bikin plan A-Z dengan what-if scenario. Misalnya kita ingin ke depannya ingin A, kalau seandainya ada masalah dan tidak bisa A, gimana?

Inilah kesalahan saya yang paling fatal. Sejak awal, di kepala saya, life plan saya hanya urusan lanjut kuliah dan berbagai pilihan universitas yang dituju. Kalo ga bisa ke univ A, ya univ B, dan seterusnya. Tapi saya lupa untuk tidak memikirkan hal-hal di luar kendali saya. Seandainya ada masalah yang membuat saya tidak bisa lanjut s2, selanjutnya bagaimana? Nah, ini yang saya kelewatan. Saya nyesel baru nyadarnya sekarang.

Maaf kalau tulisannya panjang, tapi saya berharap semoga teman-teman yang baca tulisan saya ini tidak seperti saya dan bisa menyusun life plan atau rencana masa depannya dengan matang. Alangkah lebih bagus kalau hal ini juga didiskusikan bersama dengan orangtua, saudara, atau mungkin pasangan. Kalau misalnya sudah terlanjur seperti saya, jangan sedih, ambillah semua yang terjadi ini sebagai hikmah dan pembelajaran.

Saya doakan semoga apapun rencana teman-teman di masa depan dilancarkan..doakan saya juga ya semoga disegerakan dapat kerja atau s2 atau dapat jodoh atau apapun yang terbaik 🙂