“…seperti yang sudah kita ketahui bersama, kedua tim yang ada di sebelah kanan dan kiri saya adalah dua tim yang mendapatkan jumlah vote terendah dari pemirsa yang ada di rumah maupun di studio,” MC menunjuk kedua tim yang kini tengah harap-harap cemas menunggu keputusan, siapakah di antara mereka yang harus tereliminasi pada malam itu.
“Dan tim yang harus meninggalkan panggung malam ini adalah….”
Baik kontestan dan penonton mulai tegang.
….
“tidak ada!”
Sontak kedua tim tersebut langsung menghela napas lega mendengar pernyataan MC barusan. Begitu juga dengan para penonton, terutama bagi para fans kedua tim tadi yang langsung merasa senang karena masih bisa menyaksikan idola mereka kembali minggu depan.
Ya, itulah yang terjadi pada acara The Remix yang merupakan ajang kompetisi cipta musik versi elektronik (biasa juga disebut EDM aka ElectronicDance Music) pada hari Minggu malam (25/9/2016) kemarin. Seolah tidak ada yang salah memang.
Benarkah begitu ?
Nyatanya, pada keesokan harinya, tepatnya ketika akun instagram The Remix mengunggah foto tim-tim yang masih akan bertanding minggu depan, banyak sekali orang yang mengisi kolom komentar dengan hujan kritikan.
“Nggak fair nih ! Harusnya siapapun tim yang votenya terendah, langsung dieliminasi aja, nggak usah pake drama-drama gini. Jangan-jangan ini gara-gara salah satu tim yang ada di bottom two favorit juri ya? Makanya ‘diselamatin’ ?”
Yah kira-kira beginilah salah satu kritikan yang dilemparkan pada pihak The Remix dari sekian kritikan lainnya.
Tadinya, saya memilih untuk tidak peduli, karena ya…ngapain juga sih ribut-ribut nggak jelas gitu. Tapi, setelah saya baca 153 komentar yang mungkin masih bakal terus bertambah (yea, I really read ‘em all. ALL OF THE COMMENTS :”), saya langsung gatel buat ikutan ngebahas juga. Jadi bisa dibilang dari sinilah saya akhirnya memutuskan bikin tulisan ini 🙂
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, The Remix ini menggunakan sistem vote dari para penonton melalui twitter untuk menentukan tim mana saja yang akan melanjutkan ke putaran berikutnya. Juri tidak punya hak memilih maupun hak veto yang bisa digunakan untuk menyelamatkan salah satu tim yang dieliminasi. Tadinya saya sempat takut, bakalan fair nggak ya kalau sistemnya ‘serem’ kaya gini? Takutnya tim yang jadi juara malah tim yang asal menang vote dan kualitasnya nggak bagus lagi (dan hal ini cukup sering terjadi di ajang kompetisi lain). Tapi ternyata, tim The Remix berhasil mensiasati hal tersebut dengan mengeluarkan aturan vote tambahan, yaitu satu orang hanya berhak memilih satu tim. Apalagi, para penonton The Remix ini bisa dibilang ‘cerdas’ dalam menentukan pilihannya karena sejauh ini, tim yang mendapatkan voting tertinggi adalah tim yang memang dari segi musik maupun penampilannya lebih baik dari tim lainnya. Jadi, sejauh ini, bisa dibilang sistem vote yang diterapkan, fair lah yaa…
Nah, masalah muncul ketika di babak semifinal kemarin, seperti yang sudah saya ceritain di awal, tidak ada tim yang tereliminasi dan hal ini baru pertama kali terjadi sepanjang acara The Remix berlangsung. Apalagi salah satu tim yang menempati posisi dua terendah adalah tim yang sejauh ini hampir selalu membuat para juri standing ovation bahkan sampai naik sofa segala (meskipun mereka juga sempat ‘dibantai’ di 2-3 penampilan kemarin-kemarin oleh para juri karena tidak berhasil memenuhi ekspektasi). Oh dan satu lagi, hasil vote untuk posisi satu dan dua diumumkan, tapi hasil vote untuk posisi tiga dan empat alias terakhir, tidak diumumkan. Jelas hal ini menimbulkan tanda tanya besar bagi para penonton, alasan apa yang membuat tim The Remix akhirnya memutuskan untuk tidak mengeliminasi salah satu dari kedua tim tersebut Minggu malam kemarin? Apakah benar mereka sedang berusaha ‘menyelamatkan’ salah satu tim yang menjadi favorit ?
Well, saya ga akan bahas lebih jauh soal itu karena sebenarnya di ajang kompetisi lain juga pernah ada kasus yang mirip-mirip seperti ini (iya kan ya?). Saya justru kepikiran untuk mengulik lebih jauh soal sistem penilaian, atau lebih tepatnya sistem voting yang digunakan dalam ajang kompetisi seperti ini, kira-kira yang ideal itu yang kaya apa ya?
Yang pertama, jelas sistem voting langsung dari juri. Asalkan para juri yang dipanggil untuk kompetisi tersebut memang expert di bidang kompetisi yang dilombakan dan dapat memberikan penilaiannya seobjektif mungkin tanpa terpengaruh sentimen pribadi, pastilah hasil keputusan penilaian yang ada menjadi (sangat) fair dan tentu saja pemenang dari ajang kompetisi tersebut memang sudah tidak diragukan lagi kualitasnya. Cuma , untuk sistem ini kayanya agak sulit ya kalau diterapkan di Indonesia, karena biasanya jurinya masih suka melibatkan perasaan pribadi, seperti misalnya kalau ada peserta yang cantik/ganteng dibelain, atau kalau misalnya sudah punya peserta ‘favorit’, setiap penampilan pasti dipuji terus habis-habisan. Sejauh ini mungkin baru Stand Up Comedy yang menurut saya, jurinya bisa memberikan penilaian yang benar-benar objektif.
Yang kedua adalah sistem voting secara real-time. Artinya, penonton dan juri bisa memberikan hak suara mereka hanya saat ketika peserta tampil di panggung dengan persentase vote juri lebih tinggi dari penonton. Hal ini cukup masuk akal mengingat para juri pun (seharusnya) tidak akan main-main ketika memutuskan apakah mereka akan memilih untuk vote peserta tersebut atau tidak. Selain itu, ketika peserta sedang tampil di panggung, satu penonton hanya bisa melakukan voting satu kali untuk peserta tersebut, namun penonton bisa melakukan vote kembali untuk peserta yang berbeda dan hal ini juga berlaku untuk juri. Sistem vote ini sudah pernah diterapkan dalam ajang Rising Star Indonesia yang menurut saya merupakan ajang kompetisi yang memiliki sistem penilaian terbaik sejauh ini. Mengapa ? Karena dengan sistem tersebut, jelas segala keputusan akhir yang menentukan siapa yang berhak maju ke babak berikutnya atau yang harus tereliminasi menjadi sangatlah fair serta kemungkinan peserta menjadi juara hanya karena sekedar ‘menang vote’ pun menjadi terminimalisir.(Btw kalau masih bingung soal sistem vote yang ini, mungkin bisa diliat video Rising Star Indonesia di youtube)
Terakhir, sebagai penutup, penerapan sistem voting tersebut tidak akan ideal jika tidak dibarengi dengan konsistensi dari orang-orang yang bekerja ‘di balik layar’ kompetisi tersebut. Sistem voting yang diterapkan oleh The Remix juga sebenarnya sudah cukup ideal, hanya saja seharusnya tim ‘di balik layar’ menjaga kekonsistenan aturan main yang telah dibuat dengan tetap mengeliminasi siapapun yang mendapatkan voting terendah. Karena, apalah artinya udah susah-susah dibuat sistem vote yang sebagus dan seadil mungkin, tapi kalau akhirnya aturan mainnya diubah demi menyelamatkan salah satu peserta, ya sama aja bohong kan ?
Btw ini Cuma pendapat saya pribadi ya, monggo kalo punya pendapat lain kita diskusi bareng-bareng hehehe 🙂
*maafkan jelek dan berantakan tulisannya, sudah lama ga nulis beginian
*aduh nulis apaan sih gue sebenernya .-.
ps. Image from tvo.org