[Diary Haji] Day 26 : Episode Armina – The Final Day

(Hanya sekedar ingin berbagi pengalaman saat menunaikan ibadah haji)  

Note : Maaf baru bisa nulis lagi, begitu masuk kuliah langsung disambut hujan ujian soalnya hehe. Silakan dishare, tapi tolong jangan lupa cantumkan sumbernya yaa terima kasih 🙂  


[Diary Haji] Day 26 : Episode Armina – The Final Day

Bandung, 25 Oktober 2015

Assalamualaikum

Halo, saya Yunda, 19 tahun, tinggal di Bandung. Alhamdulillah saya dan keluarga saya bisa menunaikan ibadah haji tahun ini, Insya Allah. Doakan kami jadi haji mabrur ya 🙂

Hari ini adalah hari terakhir dari puncak pelaksanaan ibadah haji. Jadi kalau beres ngelaksanain semua proses hari ini, istilahnya udah bakal dapet titel ‘haji’ lah Insya Allah. Tapi kan…tujuan utama kesini kan bukan buat dapet titel 🙂

Karena ini hari terakhir jadi agenda yang akan kita lalui selain lempar jumrah adalah, jalan kaki dari Mina ke Mekkah, lalu thawaf ifadhah.

Pagi-pagi jam 9, kami mengemasi barang-barang yang akan dibawa kembali ke Mekkah dengan bis, bersama rekan-rekan yang sudah sepuh yang tidak mampu ikut lempar jumrah (diwakilan lempar jumrahnya). Ketua rombongan saya juga ikut mendampingi mereka.

Habis dhuhur, kami pun berangkat untuk lempar jumrah terakhir, kenapa berangkatnya habis dhuhur ya kembali lagi ke masalah waktu yang disunnahkan itu memang habis dhuhur.

Di perjalanan menuju terowongan, salah satu dari kami dicegat petugas haji, dan dia langsung memfoto gelang identitas kami. Wah gawat, kami ketahuan petugas melanggar waktu. Jadi, seharusnya orang Indonesia itu kebagian lempar jumrahnya sore-sore menuju maghrib pada hari itu kalau saya tidak salah ingat, tapi karena kami mengejar waktu sunnah makanya kami terpaksa melanggar.

“Bapak-Ibu, ini bukan waktu melempar untuk Asia Tenggara! Ini waktu untuk orang Afrika, yang tubuhnya besar-besar! Anda semua ini kecil! Segera kembali ke tenda masing-masing! Jika Anda nekat, resiko ditanggung sendiri!”

Tiba-tiba terdengar suara pengumuman itu yang sontak membuat saya takut setengah mati. Bayangan tragedi Mina 2 hari yang lalu langsung terputar di memori saya. Waktu itu jujur saya benar-benar takut dengan kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi.

“Jangan didengar, itu cuma rekaman yang diputar setiap tahun!” seru ketua rombongan saya sambil terus maju, “jangan takut, terus dzikir!”

Saya akhirnya langsung berdzikir sambil terus berjalan menuju tempat empar jumroh. Namun baru setengah jalan, petugas langsung menghentikan kami karena katanya terlalu crowded. Kami dihentikan di tengah jembatan yang tidak beratap, buru-buru saya langsung membuka payung agar tidak terkena heat stroke (pingsan karena kepanasan), meskipun sebenarnya saya sudah pakai topi. Saya sempat takut, bagaimana kalau orang-orang yang ada di belakang kami dan tidak mau mengikuti arahan petugas dan langsung maju sambil mendesak kami? Jangan-jangan tragedi Mina akan terjadi lagi hari ini.

Dan benar saja, ada segerombolan orang India yang tidak mau menuruti perintah petugas untuk menunggu. Bahkan seorang petugas sempat memberikan isyarat dilanjut dengan bahasa indonesia yang terpatah-patah, “itu orang (nunjuk orang India) gila, orang Indonesia hebat (maksudnya hebat karena kami selalu nurut sama perintah petugas)” hahaha. Saya juga sempat mereka kesal dengan orang India itu yang tidak sabar menunggu agar di lempar jumrah nanti tidak crowded.

Lima menit kemudian akhirnya kami boleh jalan lagi, dan kali ini pun saya pribadi bisa melempar jumrah tepat di bibir lubang, jadi ga perlu takut lemparannya kurang atau takut kena orang.

Beres lempar jumrah, perjalanan sebenarnya dimulai, kembali ke Mekkah jalan kaki. Kenapa harus jalan kaki? Karena jalan raya sekarang penuh banget sama orang yang menuju Mekkah buat tawaf ifadhah, saking crowdednya, mobil jadi susah lewat, akhirnya bis cuma mau nganterin dari Mina ke Mekkah dari subuh sampai jam 10 aja. Jadi yaa…karena baru beres lempar jumrahnya habis dhuhur mau ga mau jalan kaki yang kira-kira jaraknya 4-5 km.

20150926_131944
Perjalanan Mina-Mekkah

Saya bener-bener cuma bergantung pada bendera yang dibawa oleh wakil ketua rombongan. Sempet liat ada tanda arah Mekkah. Dan begitu saya bisa liat gedung-gedung, alhamdulillah, Mekkah sudah dekat.

Namun ternyata tidak secepat itu, kami  masih harus berjalan lagi menuju kawasan hotel sejauh kira-kira 2-3 km. Dengan kondisi fisik yang sudah lelah, belum lagi cuaca panas menerpa dan persediaan air minum yang kian menipis, banyak orang mulai kelelahan. Bahkan ada seorang ibu yang hampir saja pingsan karena dehidrasi dan mual, akhirnya setelah sempat panik ketinggalan rombongan dan tidak tahu posisinya ada di mana, ayah saya yang sempat keliling langsung memberitahu kami ada hotel terdekat yang bisa dipakai untuk ibu ini istirahat. Saya juga langsung menelpon ketua rombongan saya mengabari kalau saya tertinggal.

20150926_134609
Jalan Teruus…

Cukup lama juga menemani ibu ini, ada sekitar satu jam. Jadi yang harusnya saya sampai hotel jam setengah 3 sore, saya baru sampai jam setengah 5 sore, padahal jam 8 malam kami harus berangkat lagi ke Masjidil Haram untuk thawaf ifadhah, bejalan kaki lagi karena masih belum ada bis. Ya Allah kuatkan…..

Malam-malam jam 8 kami berangkat lagi. Dan ternyata begitu sampai Masjidil Haram, kondisinya jauh lebih banyak orang orang dari biasanya. Bahkan saat thawaf pun saya hampir tidak bisa mengambil napas. Saya juga sempat berdoa kalau saya di sini sampai pingsan karena kurang oksigen lalu jatuh dan terinjak-injak dan meninggal, saya sudah pasrah. Dan entah kenapa setelah itu, rasanya yang tadinya kerumunan orang begitu banyak, penuh, sesak, berhimpitan, rasanya menjadi langsung berubah menjadi sedikit lowong, sehingga saya tak perlu menengadahkan kepala lagi untuk mengambil napas. Alhamdulillah.

20150926_231751
Suasana Sai

Beres thawaf dan sai kami berjalan kaki kembali ke hotel, kali ini kami memilih melewat terowongan agar lebih cepat, meskipun rasanya memang sesak  napas sedikit mengingat banyaknya kendaraan yang terjebak macet disana sehingga asap knalpot yang baunya minta ampun menguar ke udara.

20150927_013602
Perjalanan Pulang Lewat Terowongan -Salah Satu Momen yang Paling Berkesan buat Saya 😀

Dan akhirnya perjalanan kami usai jam setengah 3 pagi, saya langsung tidur dengan perasaan campur aduk antara senang, capek, pasrah, sedih semuanya jadi satu. Ya senang akhirnya bisa menyelesaikan ibadah ini dengan sempurna, sedih juga karena sebentar lagi berarti harus pulang.

-end of Episode Armina-

Originally posted on my tumblr, arahmadini.tumblr.com