[Diary Haji] Day 4-5 : Ada Apa di Arab ?

(Hanya sekedar ingin berbagi pengalaman saat menunaikan ibadah haji)

Note : Mohon maaf bila terdapat banyak typo karena saya mengetik tulisan ini dengan handphone, bukan laptop. Silakan dishare, tapi tolong jangan lupa cantumkan sumbernya yaa terima kasih ๐Ÿ™‚


[Diary Haji] Day 4-5 : Ada Apa di Arab?

Madinah, 5 September 2015

Assalamualaikum

Halo, saya Yunda, 19 tahun, tinggal di Bandung. Alhamdulillah saya dan keluarga saya bisa menunaikan ibadah haji tahun ini, Insya Allah. Doakan kami jadi haji mabrur ya ๐Ÿ™‚

Dua hari ini kami tidak ada agenda khusus, jadi saya ingin bercerita tentang apa yang saya temui sehari-hari.

Pertama saya mau cerita tentang orang Arab itu seperti apa. Di Madinah ini semuanya muslim, tapi yaa ada yang muslim taat dan ada yang muslim ktp, yaa seperti di Indonesia lah. Orang Arab itu badannya tinggi besar dan saya berani bilang mereka ini ganteng-ganteng dan cantik-cantik hehe. Kalau bicara, nada suaranya tinggi dan keras seperti orang marah, tapi sebenarnya bukan marah, memang gaya bicaranya seperti itu.

Orang Arab (terutama yang bapak-bapaknya) sangat ramah pada orang lainnya, misalnya para pedagang toko oleh-oleh begitu menyambut pelanggan, langsung mereka merangkulnya (pelanggan laki-laki tentu saja) dengan akrab. Namun, hati-hati ya kalau misalnya mereka merangkul dalam waktu yang samgat lama, itu tandanya mereka merangkul demgan ‘tujuan lain’ yang jelas tidak baik, iiih sereeem… (you know what i mean lah ya, saya ga berani jelasin)

Oiya, kemana mereka kalau musim haji seperti ini? Kalau kata ketua rombongan saya sih, sebagian besar mereka itu liburan ke luar, biasanya ya ke Riyadh, Jeddah, atau Dubai.

***

Nah, sekarang baru saya cerita apa yang saya lihat sehari-hari.

Sejak hari ketiga saya tidak bisa ikut shalat di masjid karena halangan. Sambil menunggu orangtua saya beres shalat, setelah membereskan kamar dan mencuci piring serta baju, biasanya saya nonton tv, penasaran saja sih tv arab itu acaranya seperti apa.

Dari sekian channel yang saya tonton, baik model iklan maupun presenter tv seperti di acara berita, takshow ( khususnya yang perempuan), semuanya tidak ada yang memakai baju terbuka, semuanya tertutup. Meskipun tidak semuanya memakain kerudung, tapi mereka semua kalau pakai baju lengan pendek biasanya juga dilapis entah itu blazer, cardigan, atau jaket. Celana atau rok yang dipakai mereka juga panjang semua. Coba kalau dibandingkan dengan presenter di Indonesia terutama presenter acara gosip, bisa terbayang kan perbedaannya? ๐Ÿ™‚

***

Kebetulan, hotel yang kami tinggali tempatnya sangat dekat dengan banyak toko yang menjual berbagai macam oleh-oleh. Setiap kami keluar hotel menuju masjid Nabawi, mereka pasti langsung berlomba-lomba menawarkan dagangannya.

Yang unik, mereka menawarkannya dengan bahasa indonesia seperti :

“Ayo lihat dulu lihat dulu, gratis” (maksudnya kalau kita lihat barangnya, gratis, kalau beli yaa tetep bayar hehehe)

” Mari member member” (maksudnya mampir, tapi di arab tidak ada huruf ‘p’ jadi mereka susah bilangnya hehe)

“Ayo murah murah murah”

“Haji Indonesia bagus (aamiin), ayo beli beli”

Dan juga…

“Ayo lihat dulu, ini ada baju syahrini, syahrini, syahrini”

Waktu itu saya tanya, “emang kenal sama Syahrini?”

Lalu yang menjual jawab, “iya, dia yang suka pakai baju ini kan?” (sambil nunjuk kaftan berbagai macam warna) dan saya cuma ngangguk-ngangguk aja

Ada juga yang menawarkannya begini,

“Sabaraha teteh, lihat dulu, sabaraha”

Loh padahal sabaraha itu kan bahasa sunda yang artinya berapa, berarti harusnya saya yang bilang sabaraha dong, bukan yang jual ehehhee. Ketahuan nih yang sering belanja di toko itu tuh orang sunda.

Memang untuk para pedagang toko (khususnya toko oleh-oleh) hampir semuanya lancar berbahasa Indonesia kaeena memang jamaah haji ternyata sangat didominasi oleh orang Indonesia jadi mereka semakin terbiasa untuk melayani orang Indonesia dan akhirnya jadilah mereka bisa bahasa Indonesia.

Tidak hanya pedagang toko, para petugas keamanan di masjid Nabawi alias askar juga rata-rata bisa berbahasa Indonesia. Saya masih ingat saat masuk raudhah di hari pertama, para askar memberikan perintah pada kami seperti ini,

“Ibu ibu, duduk! Sabar, sabar, sabar!”

Tuh kan, jadi tenang aja kalau mau umroh atau haji, ga usah takut ga bisa ngomong bahasa arab kok karena di sini kebanyakan orangnya bisa bahasa Indonesia ๐Ÿ™‚

Tapi memang ada baiknya kita belajar sedikit-sedikit, minimal tahu bahasa arab angka-angkalah biar kalau mau beli sesuatu lumayan ngerti hehe.

***

Sebelumnya saya mau berterima kasih pada pemerintah dan panitia penyelenggara ibadah haji tahun ini yang sudah mengupayakan untuk memberikan kami jatah makan tiga kali sehari. Namun, tiap sarapan kami hanya diberi roti, bukan nasi, dan kalo buat saya pribadi sih, nggak nendang ya kalo sarapan cuma roti aja hehe. Jadi biasanya rotinya saya makan malam sebelumnya, sarapannya saya beli sendiri, biasanya saya beli sandwich atau shawarma, harganya sekitar 4 real (kalau di kurs ke rupiah 16000). Buat yang belum tahu shawarma, makanan itu mirip dengan kebab, tapi bedanya sayuran dan dagingnya ditarug di dalam roti, layaknya sandwich.

Kadang saya juga homesick sama taste masakan Indonesia. Menu makan siang dan makan malam yang disesdiakan biasanya masakan Indonesia, tapi dengan taste arab karena yang masak kan orang arab ya. Ada juga yang jualan nasi kuning dengan porsi biasa (yaa kaya nasi kuning di mika yang biasa kita beli di Indonesia) seharga 3 real ( kalau di kursin ke rupiah 12000), tapi yaa sekali lagi dengan taste arab karena yang masak orang arab.

Alhamdulillah setelah keliling-keliling, saya menemukan dua restoran masakan Indonesia dan salah satunya dekat dengan hotel yang saya tempati. Lokasinya ada di dalam hotel yang sepertinya dikelola oleh orang Indonesia. Menunya macam-macam, ada nasi goreng, cumi-cumi, tumis kankung, baso malang, bahkan bala-bala dan kacang ijo saja ada di sana. Dan karena yang masak orang asli Indonesia, yaa…tastenya sudah bisa dibayangkan lah ya. Saya sempat dua kali ke sana, beli baso yang seporsinya 10 real (aka IDR 40K) dan nasi goreng + cumi saus mentega 10 real juga (tergantung seberapa banyak nasi dan cumi yang diambil).

Alhamdulillah bisa ketemu masakan Indonesia lagi

20150905_192156
Ada “Pop Mie” Juga Ternyata

Kalau mau makan yang ‘agak elit’ juga ada, saya pernah lihat ada KFC di dekat gate 25 masjid mabawi. Lalu kalau mau coba wisata kuliner, ada jejeran warung makan kuliner India sekitar 2 kilometer dari masjid nabawi, cukup jauh sih memang kalau jalan kaki, tapi tenang di sini ada taksi kok hehe.

Ngomong-ngomong soal taksi, di sini hanya ada satu perusahaan taksi yang dikelola oleh pemerintah, namanya SAPTCO (Saudi Arabia Public Transportation Company), dan sesuai namanya tidak hanya taksi yang dikelola tapi juga bis. Halte bisnya sendiri tersebar di banyak titik di sekitar masjid nabawi dan taksinya juga biasanya mangkal di sekitar hakte. Taksinya tidak hanya mobil sedan seperti di Indonesia, tapi ada juga taksi yang menggunakan mobil keluarga seperti rush, avanza, dan sebagainya.

20150906_074003
Halte Bis SAPTCO

Kembali lagi ke masalah makanan, kalau orang arabnya sendiri biasanya makan apa? Yang saya lihat, kalau sarapan, biasanya mereka makan bersama (biasanya bertiga atau berempat) makan nasi kebuli atau makan roti cane dengan gulai. Mereka makan dengan hanya satu piring untuk bersama, setelah itu biasanya mereka minum teh, kopi, atau teh susu.

***

Sekarang saya mau cerita tentang pedagang lagi. Bedanya, yang mau ceritakan ini bukan pedagang toko seperti tadi, melainkan pkl alias pedagang kaki lima.

Sebenarnya para pedagang ini sudah diberi fasilitas berupa tempat dagang di gedung yang mengelilingi masjid nabawi tapi ternyata kurang laku, sehingga akhirnya gedung ini dialihfungsikan menjadi tempat pameran 99 nama Allah, kisah hidup Rasulullah, dan pameran alquran.Sementara pedagang ini dipindahtempatkan di belakang gedung. Berhubung sedikit orang yang datang ke sana, akhirnya jadilah pedagang ini menjadi pkl.

20150906_073903
Gedung Tempat Pedagang Berjualan yang Kini Sudah Dialihfungsikan Menjadi Museum

Tidak seperti di Indonesia, pkl di sini biasanya berjualan dengan menggelar kain panjang dan meletakkan barang dagangannya di atasnya. Ada juga yang membawa barang dagangannya di atas kursi roda araupun gerobak. Biasanya mereka berjualan di selasar jalan utama ataupun masjid nabawi, dan sebagian besar yang berjualan adalah perempuan.

Di Arab sendiri, pkl tidak diperbolehkan, sehingga biasanya polisi sering melakukan sweeping. Ini juga alasan kenapa rata-rata mereka berjualan hanya bermodalkan kain besar, biar kalau mau kabur dari kejaran polisi, barang dagangannya tinggal dibungkus kain besar tadi, lalu mereka lamgsung buru-buru kabur ke tempat lain.

Ada yang unik dari cara mereka berjualan, terutama kalau mereka berjualan baju gamis dan pashmina. Mereka memawarkan dagangannya, sambil melempar-lemparkan bajunya, mungkin maksudnya biar keliatan ya dari jauh, walau saya nggak tahu itu baju yang dilempar itu ada yang nangkep apa nggak hehe.

20150908_052741_1
Beginilah Aksi Para Pedagang Menawarkan Dagangannya

Hmm… Apalagi ya? Kayaknya segini dulu, nanti kalau ada lagi bakal saya tulis lagi. Maaf kalau kepanjangan (saya juga ga nyangka bakal sepanjang ini).

Originally posted on my tumblr, arahmadini.tumblr.com