[Diary Haji] Day 11 : Kabar Duka dari Masjidil Haram

(Hanya sekedar ingin berbagi pengalaman saat menunaikan ibadah haji)

Note : Mohon maaf bila terdapat banyak typo karena saya mengetik tulisan ini dengan handphone, bukan laptop. Silakan dishare, tapi tolong jangan lupa cantumkan sumbernya yaa terima kasih 🙂


[Day 11] : Kabar Duka dari Masjidil Haram

Mekkah, 11 September 2015

Assalamualaikum

Halo, saya Yunda, 19 tahun, tinggal di Bandung. Alhamdulillah saya dan keluarga saya bisa menunaikan ibadah haji tahun ini, Insya Allah. Doakan kami jadi haji mabrur ya 🙂

Saya yakin tulisan ini yang paling ditunggu, iya kan?

Jadi, saya akan tulis apa yang saya tahu sejauh ini, silakan koreksi kalau saya ada salah.

Sore itu, sekitar jam lima sore waktu sini (jam 9 waktu Indonesia) saya, ibu saya, dan teman ibu saya sedang tidur siang, merasa shalay dhuhur dan asharnya sudah dijama, jadi kami tidur dengan pulas sampai kami mendengar suara alarm kebakaran dan kami lamgsung bangun dengan panik. Rupanya alarm iti berbunyi karena ada yang merokok dalam ruangan.

Belum selesai kelegaan kami, tiba-tiba terdengar suara berisik, waktu itu saya kita itu adalah bunyi orang di kamar sebelah yang sedang memakai hair dryer. Tapi saat ibu-ibu di kamar sebelah berteriak panik kamarnya kebanjiran karena ketumpahan air hujan yang merembes deras dari jendela, saya barunsadar, ini pasti ada sesuatu. Suara tadi jelas bukan suara hair dryer.

Segera saya coba meliat tv untuk mencari berita apa yang sebenarnya terjadi, tapi ternyata tv mati. Di tengah kebingungan menerka apa yang sebenarnya terjadi, buru-buru saya buka ramalan cuaca di handphone dan ternyata saat itu sedang terjadi hujan badai pasir yang besar. Jelaslah suara yang saya dengar tadi bukan suara hair dryer, tapi suara angin badai.

Saya panik karema tadinya malam ini saya berencana umroh susulan, tapi jadi takut juga dengan cuaca seperti ini. Ayah saya bilang, tunggu habis isya saja, mudah-mudahan badai sudah berlalu sehingga saya bisa umroh.

Mendekati adzan maghrib, sekitar setengah enam sore, tv kembali menyala, dan di running teks terlhat ada tulisan crane jatuh di Masjidil Haram. Saya langsung ganti channel ke saluran yang menyiarkan kondisi Masjidil Haram secara live 24 jam, tapi di tv itu tak terlihat apa pun, jamaah tetap thawaf seperti biasa. Hanya saja saya mulai curiga demgan jumlah jamaah yang terlihat lowong dan ring 2 thawaf yang tadinya penuh orang mendadak kosong melompong.  Tapi waktu itu saya tidak berusaha mencari tahu lebih jauh.

Pesan singkat terus berdatangan dari teman dan tetangga menanyakan soal crane jatuh dan saya cuma jawab ‘iya ada crane jatuh’ sambil berpikir cepat sekali ya berita ini sampai ke Indonesia.

Waktu itu, saya belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Selepas isya saya pun berangkat bersama ibu dan ayah saya setelah memastikan badai sudah berhenti. Di tengah perjalanan kami dalam bis, saya baru sadar betapa dahsyatnya badai barusan, jemuran-jemuran terbang, pohon tumbang, bahkan ada yang akarnya sampai tercabut keluar. Allahu Akbar!

Lalu tiba-tiba supir bertanya pada kami, “hotelnya nomor berapa?” Lalu ayah saya jawab, kami mau ke Masjidil Haram, dan sontak penumpang lain dan supir langsung mencegah kami.

“Malam ini lagi nggak bisa ke sana Pak, lagi disterilin, Bapak ga tahu tadi ada crane jatuh?”

“Tahu, memangnya parah ya Pak?”

Sontak penumpang lain langsung heboh menjelaskan apa yang mereka lihat. Rupanya mereka ini baru pulang dari Masjidil Haram, dan mereka adalah saksi mata yang melihat langsung apa yang terjadi.

Dari yang saya dengar, di tengah hujan badai itu, tiba-tiba ada petir yang menyambar crane dan seketika crane ini patah. Kondisi semakin diperparah dengan bentuk bawah crane yang seperti roda tank, terkena angin, sehingga akhirnya roboh. Crane ini awalnya menimpa ring 3, tempat thawaf jamaah berkursi roda sebelum mengenai ring 2 dan lantai dasar. Jadi katanya diperkirakan banyak korban dari jamaah berkursi roda dan pekerja bangunan.

Begitu crane ini jatuh, jamaah yang sedang thawaf atau umroh langsung panik. Ada yang lamgsung menghentikan thawafnya, ada yang lanjut. Bahkan salah satu ibu bercerita saat dia sedang melakukan shalay sunnah di tengah kejadian, tahu-tahu ketika salam, beliau mendapati banyak jenazah berlumuran darah di sekitarnya. Ya Allah.

Saya langsung lemas mendengarnya, pantas saja teman-teman di Indonesia panik karena ternyata kejadiannya memang semenyeramkan itu. Itulah sebabnya dalam ibadah haji, kita harus siap dengan kondisi apapun.

Innalillahi wa inna ilaihinrajiuun

Semoga amal ibadah mereka yang meninggal di tengah kekhusyukan beribadah di rumah Allah dapat diterima, dan dosanya diampuni

Dan juga kami yang disini semoga selalu diberi perlindungan hingga nanti kembalj ke tanah air, aamiin

 

 

Originally posted on my tumblr, arahmadini.tumblr.com